Hak Pejalan Kaki di Jakarta yang Terenggut
Trotoar seengganya digunakan sebagai jalur khusus untuk pejalan kaki yang tujuannya untuk memisahkan antara pejalan kaki dengan pengguna kendaraan. Sebab, pejalan kaki juga memiliki hak dan prioritas yang sama dengan pengguna jalan lainnya.
Hal ini tercantum dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 131 ayat 1 yang berbunyi, "Pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain".
Tapi sayangnya, banyak masyarakat yang mengabaikan hal itu. Banyak trotoar di beberapa daerah di Jakarta seperti Sarinah, Pasar Tanah Abang, dan kawasan Tebet yang dialihfungsikan menjadi jalur motor, parkir kendaraan, dan pedagang kaki lima. Akibatnya, hak pejalan kaki pun terampas.
Salah satu pedagang pakaian yang berjualan Tanah Abang, Leonard Zebua (32), mengakui kesalahannya karena telah mengambil hak pejalan kaki dengan berjualan di trotoar.
"Sebenarnya enggak boleh berjualan di sini. Udah dilarang sama Satpol PP dan mengganggu jalan juga," ujar Supriyatno saat kumparan temui di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (17/7).
Meski Leo mengakui kesalahannya, tapi ia tetap harus berdagang. Karena itu sudah menjadi mata pencahariannya sehari-hari sebagai sumber penghasilannya untuk menghidupi keluarga.
"Tapi ya bagaimana, ini sudah pekerjaan saya. Memang di sini dilarang, tapi saya rela dalam satu hari saya bisa lima kali harus lari ke sana ke mari, karena dilarang Satpol PP. Saya enggak marah sama petugas karena itu tugas mereka. Tapi ya ini cuma cara saya untuk menyekolahkan anak. Daripada saya mencuri kan?," katanya.
Seorang Satpol PP yang bertugas di Tanah Abang, Dedi Mulyoto (30), menjelaskan pengusiran dan pelarangan terhadap para pedagang kaki lima sudah sering dilakukan oleh timnya. Tapi tetap saja masih banyak pedagang yang nekat dan membandel.
"Tidak diperbolehkan berjualan di sekitar sini (trotoar). Udah dikasih tahu berkali-kali. Tapi terus begini. Diusir nanti ada lagi. Dari pagi sampai sore begitu," kata Dedi.
Selain dialihfungsikan sebagai tempat parkir dan tempat pedagang kaki lima berjualan, trotoar juga kerap menjadi pangkalan para ojek, baik ojek offline maupun online untuk beristirahat. Hal ini juga tentu mengganggu kenyamanan pejalan kaki, seperti yang diakui oleh Priska (17).
"Kita kan jalan ya di sana (trotoar) kayak diambil tempatnya. Jadi lebih sempit. Belum lagi nanti kadang ada motor yang lewat. Ya kan bahaya," kata Priska.
Baru-baru ini sebuah video viral di media sosial tentang keributan antara pemotor yang menyerobot jalan trotoar dengan pejalan kaki. Menurut Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, tindakan pengendara motor yang nekat menggunakan trotoar itu merupakan tindakan yang egois.
Untuk mengatasi kasus ini, memang masih dibutuhkan ketegasan dan pengawasan pihak yang berwenang untuk menjamin hak setiap pengguna jalan. Dan ingat, yang tak kalah penting lagi adalah masyarakat juga harus berpartisipasi dalam membantu pihak berwenang dengan mulai menumbuhkan kesadaran bahwa fungsi trotoar adalah untuk berjalan kaki, bukan untuk memarkirkan kendaraan ataupun menjadi lapak berdagang.
EmoticonEmoticon